Oleh : Etinus Murib
Zonapapuanews.- "Kemerdekaan
itu adalah hak segala bangsa", karena itulah bangsa Indonesia
se-nusantara, dari Sabang sampai ke Marauke, memperjuangkan kemerdekaannya dari
penjajahan kolonial Belanda dan Jepang selama beratus-ratus tahun dan mencapai
kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
"Merdeka atau Mati!" adalah semangat juang anak bangsa merebut
kemerdekaan ini.
Papua itu harus
Merdeka dari Kemiskinan di tanah yang kaya. Ketika kejadian kelaparan di
Yahukimo mencuat ke permukaan, dan kematian Balita karena kurang gizi dan
campak di Asmat menjadi bahan berita media massa; banyak orang bertanya-tanya:
Kenapa Papua yang kaya tetapi masyarakatnya sampai ada yang mati kekurangan
gizi dan kelaparan? Ada dua hal yang setidaknya menjadi dasar terjadinya hal
tersebut, yaitu manajemen pemerintahan yang tidak berjalan baik dan atau
kapasitas adaptasi masyarakat yang semakin lemah terhadap serbuan globalisasi
pasar kapitalis.
Papua yang kaya
direpresentasikan dengan adanya perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di
dunia yang berada di Papua: PT.Freeport McMoran Inc. yaitu Induk perusahaan
PT.Freeport Indonesia yang sudah menjalani proses divestasi kepemilikan saham
oleh Pemerintah RI menjadi 51% (12 Juli 2018), dan Provinsi Papua akan
mendapatkan 10 persen dari penghasilan perusahan raksasa tersebut. Semoga ini
semua berdampak bagi kesejahteraan orang asli Papua(OAP) secara merata.
Jumlah penduduk
miskin Provinsi Papua tahun 2017 pada semester-2, menurut Badan Pusat Statistik
(BPS), adalah 910.420 jiwa pedesaan (27,76%) dan 41.060 jiwa perkotaan(4,55%)
atau. Sekitar 25,9 persen dari total penduduk yang ada, masih jauh lebih tinggi
dari rata-rata setiap negara yang memiliki angka kemiskinan di bawah 10 persen.
Dengan demikian, bila total penduduk Provinsi Papua sebagiannya adalah warga
pendatang, maka separuh (50%) lebih penduduk Papua (asli) masih dalam keadaan
buta huruf. Dan pada periode Maret 2018, BPS melaporkan Provinsi Papua sebagai
yang termiskin di Indonesia (27,74%) dan disusul oleh Provinsi Papua Barat
(23,01 %).
Papua itu harus
Merdeka dari Buta Huruf (Iliterasi). Setidaknya pada anak-anak dan generasi
muda orang asli Papua dari semua suku-suku yang ada bisa mendapatkan kemampuan
membaca, menulis dan berhitung (calistung) dalam bahasa Indonesia-syukur-syukur
juga bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya-supaya terjadi komunikasi yang
baik antar suku dan terjadi sinergitas yang kuat untuk membangun eksistensi
budaya lokal dalam keramaian dunia global-modernisasi yang tidak mungkin
terhindarkan.
Dengan demikian, mereka
bisa menjadi garda depan untuk membawa komunitas adat sukunya dalam adaptasi
kebudayaan mereka terhadap hal-hal baru yang berasal dari peradaban di luar
mereka, tanpa meninggalkan kebudayaan lokalnya. Rata-rata lama sekolah orang
asli Papua adalah 5,5 tahun atau setara dengan sekolah dasar kelas 6; ini
menunjukkan bahwa dana Otsus 80 persen di kabupaten/kota meningkatkan akses
pendidikan OAP (Bappeda, BPS, 2018). Buta Huruf yang dimaksud adalah kemampuan
membaca dalam bahasa Indonesia, dan membaca itu berarti memahami apa yang
dibaca itu, tidak hanya sekedar menghafal huruf dan melafalkan saja deretan
huruf dan kata-kata dalam bahan bacaan.
Papua itu harus
Merdeka dari Korupsi. Penyelenggaraan pemerintahan yang bebas dari korupsi dan
mandul (tidak ada hasilnya) dengan mengambil peran aktif dalam semua lini
kehidupan melalui proses yang benar. Orang Asli Papua mengambil tanggungjawab
melayani warga masyarakat Papua dalam semua aktivitas aparatus negara ini.
Inilah tantangan terberat dalam era Otonomi Khusus (Otsus) Papua, bagaimana
hasil dari Otsus? Semua mata memandang dan menunggu hasil yang luar biasa dari
sebuah Otonomi Khusus yang melekat pada Papua sekarang. Dan beberapa tahun lagi
Otsus sudah berakhir. Apakah hasil dari dana Otsus sejumlah Rp 68 Triliun
(2002-2017)? Dan apa yang bisa dihasilkan selama 3 tahun ke depan dengan
rata-rata setiap tahun Rp 8 Triliun?
Dana yang besar
sekali tetapi tanpa ada hasil yang nyata dan seimbang, maka banyak orang yang
menilainya sebagai banyaknya kegiatan program yang tidak terwujud nyata (adanya
progress perubahan) dan bermanfaat bagi masyarakat luas, baik berupa pelayanan
publik pendidikan, kesehatan, administrasi kewarganegaraan, sampai pada
perubahan nyata di pasar, jembatan dan jalan antar pusat perkembangan kota dan
distrik.
Papua itu harus
Merdeka dari Hegemoni Budaya Global dan membangun eksistensi budaya lokal
Papua. Orang Asli Papua harus berani
menggambarkan diri sendiri dan tampil di panggung nasional maupun
internasional, karena itu menjadi penting data etnografi ratusan komunitas
suku-suku yang ada di Papua demi eksistensi dan keberlanjutannya. Semakin tidak
dikenal, semakin mudah menuju kepunahan karena terlupakan dan tak tersentuh
modernitas zaman. Penguatan budaya lokal bukan berarti terkait ‘politik
identitas' yang sudah ditinggalkan zaman, tetapi lebih kepada eksistensi
komunitas lokal dalam keberagaman budaya: Bhinneka Tunggal Ika, menjadi
kesatuan yang luar biasa: Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah yang
membuat semua orang di dunia merasa cemburu pada negeri Pancasila ini.
Papua itu harus
Merdeka dari Ketakutan karena perang antar suku dan konflik bersenjata, dan
lebih baik membangun Papua sebagai "Surga kecil yang turun ke Bumi".
Bukti bahwa Papua adalah negeri yang penuh kekayaan alam, kekayaan budaya dari
beranekaragam suku, penuh rahmat, dan tentu juga penuh perdamaian. Hanya dalam
perdamaian, kita semua bisa berlomba-lomba membangun untuk kebaikan bersama.
Dan Papua bersyukur
karena hati dan pikiran Presiden Joko Widodo selalu ada Papua.
"Sejak awal
memimpin, mimpi saya adalah bagaimana memerdekakan Papua. Ya, mereka belum
merdeka seperti kita. Karena banyak daerah-daerah di Papua yang bahkan belum
pernah tersentuh aliran listrik. Disaat kita merayakan kemerdekaan, saudara
kita di Papua hidup dalam gelap seakan mereka bukan bagian dari
Indonesia.. Doakan supaya Papua tidak
lagi menjadi provinsi yang tertinggal di balik kekayaan alamnya yang luar
biasa. Papua harus merdeka. Merdeka dari ketimpangan.
Papua, Sekali
Merdeka, tetap Merdeka, bersama NKRI. Salam Nusantara. ***zpn***
0 komentar:
Posting Komentar