Oktober 12, 2018
0


Oleh : Etinus Murib

Zonapapuanews.- "Kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa", karena itulah bangsa Indonesia se-nusantara, dari Sabang sampai ke Marauke, memperjuangkan kemerdekaannya dari penjajahan kolonial Belanda dan Jepang selama beratus-ratus tahun dan mencapai kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. "Merdeka atau Mati!" adalah semangat juang anak bangsa merebut kemerdekaan ini.

Papua itu harus Merdeka dari Kemiskinan di tanah yang kaya. Ketika kejadian kelaparan di Yahukimo mencuat ke permukaan, dan kematian Balita karena kurang gizi dan campak di Asmat menjadi bahan berita media massa; banyak orang bertanya-tanya: Kenapa Papua yang kaya tetapi masyarakatnya sampai ada yang mati kekurangan gizi dan kelaparan? Ada dua hal yang setidaknya menjadi dasar terjadinya hal tersebut, yaitu manajemen pemerintahan yang tidak berjalan baik dan atau kapasitas adaptasi masyarakat yang semakin lemah terhadap serbuan globalisasi pasar kapitalis.

Papua yang kaya direpresentasikan dengan adanya perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang berada di Papua: PT.Freeport McMoran Inc. yaitu Induk perusahaan PT.Freeport Indonesia yang sudah menjalani proses divestasi kepemilikan saham oleh Pemerintah RI menjadi 51% (12 Juli 2018), dan Provinsi Papua akan mendapatkan 10 persen dari penghasilan perusahan raksasa tersebut. Semoga ini semua berdampak bagi kesejahteraan orang asli Papua(OAP) secara merata.

Jumlah penduduk miskin Provinsi Papua tahun 2017 pada semester-2, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), adalah 910.420 jiwa pedesaan (27,76%) dan 41.060 jiwa perkotaan(4,55%) atau. Sekitar 25,9 persen dari total penduduk yang ada, masih jauh lebih tinggi dari rata-rata setiap negara yang memiliki angka kemiskinan di bawah 10 persen. Dengan demikian, bila total penduduk Provinsi Papua sebagiannya adalah warga pendatang, maka separuh (50%) lebih penduduk Papua (asli) masih dalam keadaan buta huruf. Dan pada periode Maret 2018, BPS melaporkan Provinsi Papua sebagai yang termiskin di Indonesia (27,74%) dan disusul oleh Provinsi Papua Barat (23,01 %).
    
Papua itu harus Merdeka dari Buta Huruf (Iliterasi). Setidaknya pada anak-anak dan generasi muda orang asli Papua dari semua suku-suku yang ada bisa mendapatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung) dalam bahasa Indonesia-syukur-syukur juga bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya-supaya terjadi komunikasi yang baik antar suku dan terjadi sinergitas yang kuat untuk membangun eksistensi budaya lokal dalam keramaian dunia global-modernisasi yang tidak mungkin terhindarkan.

Dengan demikian, mereka bisa menjadi garda depan untuk membawa komunitas adat sukunya dalam adaptasi kebudayaan mereka terhadap hal-hal baru yang berasal dari peradaban di luar mereka, tanpa meninggalkan kebudayaan lokalnya. Rata-rata lama sekolah orang asli Papua adalah 5,5 tahun atau setara dengan sekolah dasar kelas 6; ini menunjukkan bahwa dana Otsus 80 persen di kabupaten/kota meningkatkan akses pendidikan OAP (Bappeda, BPS, 2018). Buta Huruf yang dimaksud adalah kemampuan membaca dalam bahasa Indonesia, dan membaca itu berarti memahami apa yang dibaca itu, tidak hanya sekedar menghafal huruf dan melafalkan saja deretan huruf dan kata-kata dalam bahan bacaan.                             

Papua itu harus Merdeka dari Korupsi. Penyelenggaraan pemerintahan yang bebas dari korupsi dan mandul (tidak ada hasilnya) dengan mengambil peran aktif dalam semua lini kehidupan melalui proses yang benar. Orang Asli Papua mengambil tanggungjawab melayani warga masyarakat Papua dalam semua aktivitas aparatus negara ini. Inilah tantangan terberat dalam era Otonomi Khusus (Otsus) Papua, bagaimana hasil dari Otsus? Semua mata memandang dan menunggu hasil yang luar biasa dari sebuah Otonomi Khusus yang melekat pada Papua sekarang. Dan beberapa tahun lagi Otsus sudah berakhir. Apakah hasil dari dana Otsus sejumlah Rp 68 Triliun (2002-2017)? Dan apa yang bisa dihasilkan selama 3 tahun ke depan dengan rata-rata setiap tahun Rp 8 Triliun?                

Dana yang besar sekali tetapi tanpa ada hasil yang nyata dan seimbang, maka banyak orang yang menilainya sebagai banyaknya kegiatan program yang tidak terwujud nyata (adanya progress perubahan) dan bermanfaat bagi masyarakat luas, baik berupa pelayanan publik pendidikan, kesehatan, administrasi kewarganegaraan, sampai pada perubahan nyata di pasar, jembatan dan jalan antar pusat perkembangan kota dan distrik.
      
Papua itu harus Merdeka dari Hegemoni Budaya Global dan membangun eksistensi budaya lokal Papua.  Orang Asli Papua harus berani menggambarkan diri sendiri dan tampil di panggung nasional maupun internasional, karena itu menjadi penting data etnografi ratusan komunitas suku-suku yang ada di Papua demi eksistensi dan keberlanjutannya. Semakin tidak dikenal, semakin mudah menuju kepunahan karena terlupakan dan tak tersentuh modernitas zaman. Penguatan budaya lokal bukan berarti terkait ‘politik identitas' yang sudah ditinggalkan zaman, tetapi lebih kepada eksistensi komunitas lokal dalam keberagaman budaya: Bhinneka Tunggal Ika, menjadi kesatuan yang luar biasa: Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah yang membuat semua orang di dunia merasa cemburu pada negeri Pancasila ini.                

Papua itu harus Merdeka dari Ketakutan karena perang antar suku dan konflik bersenjata, dan lebih baik membangun Papua sebagai "Surga kecil yang turun ke Bumi". Bukti bahwa Papua adalah negeri yang penuh kekayaan alam, kekayaan budaya dari beranekaragam suku, penuh rahmat, dan tentu juga penuh perdamaian. Hanya dalam perdamaian, kita semua bisa berlomba-lomba membangun untuk kebaikan bersama.                 

Dan Papua bersyukur karena hati dan pikiran Presiden Joko Widodo selalu ada Papua.

"Sejak awal memimpin, mimpi saya adalah bagaimana memerdekakan Papua. Ya, mereka belum merdeka seperti kita. Karena banyak daerah-daerah di Papua yang bahkan belum pernah tersentuh aliran listrik. Disaat kita merayakan kemerdekaan, saudara kita di Papua hidup dalam gelap seakan mereka bukan bagian dari Indonesia..  Doakan supaya Papua tidak lagi menjadi provinsi yang tertinggal di balik kekayaan alamnya yang luar biasa. Papua harus merdeka. Merdeka dari ketimpangan.

Papua, Sekali Merdeka, tetap Merdeka, bersama NKRI. Salam Nusantara. ***zpn***

0 komentar:

Posting Komentar