Suarasagunews.- Semula agenda aktivis Free West Papua yang dipimpin oleh Benny Wenda digembar-gemborkan akan berlangsung sangat meriah dan akan dihadiri oleh banyak orang dari para aktivis Free West Papua yang dilaksanakan di Selandia Baru pada hari Sabtu (27/8/16) tahun lalu ternyata hanya gerakan kampanye hitam oleh segelintir orang yang dimotori oleh Benny Wenda, lokasi acaranyapun ternyata hanya di sebuah gereja tua yang terletak di pinggir jalan Oxford Terrace di kota Christchurch dan hanya mampu menampung sekitar 75 orang.
Tragisnya lagi
ternyata acara tersebut dibatalkan secara tiba-tiba. Salah satu pengurus Gereja
yang dikonfirmasi masalah pembatalan acara tersebut yang bernama Gillian
Southey aktivis Christian World Service (CWS) di kota Christchurch mengatakan bahwa
dia hanya ditugaskan untuk memberikan informasi akhir saja tentang pembatalan
acara tersebut. Namun diperoleh keterangan resmi dari panitia penyelenggara
bahwa pembatalan acara tersebut dikarenakan ketidakhadiran Benny Wenda dengan
alasan Benny Wenda tidak mendapatkan Visa dan ijin resmi dari pemerintahan
Selandia Baru. Dasar panitia menyampaikan alasan tersebut adalah informasi via
email dari pihak Benny Wenda.
Dengan maksud dan
tujuan agar tidak mengecewakan pendukung Benny Wenda, Panitia pendukung gerakan
Free West Papua tersebut justru melakukan langkah konyol dengan menutupi alasan
ketidakhadiran Benny Wenda ke Selandia Baru dengan kalimat “karena situasi yang
tidak dapat dijelaskan”. Faktanya adalah pemerintah Selandia Baru memang tidak
mengeluarkan Visa dan Ijin Resmi untuk Benny Wenda karena ini merupakan niat
baik pemerintah Selandia Baru untuk menjaga hubungan dengan pemerintah
Indonesia.
Pemerintah Selandia
Baru Larang Benny Wenda Berbicara Di Parlemen Selandia Baru
Kehidupan demokrasi
di Selandia Baru sudah sangat bagus dan tepat dalam menangani sosok Benny Wenda
yang semula menjadikan negara Selandia Baru/NZ menjadi salah satu negara
pendukung gerakan Free West Papua padahal kenyataannya pemerintah Selandia Baru
justru sebaliknya mendukung pemerintahan Indonesia dalam menangani masalah
rumah tangganya dan menganggap Benny Wenda adalah sosok Separatis yang berusaha
untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Indonesia dan ingin mendirikan
negara sendiri diatas negara Indonesia dengan cara melakukan penggalangan
kepada beberapa negara dan melakukan manipulasi pembohongan publik kepada dunia
Internasional tentang kondisi Papua.
Pemerintah Selandia
Baru senantiasa menjaga hubungan baik dengan Indonesia dan menganggap bahwa
Benny Wenda adalah sosok Penjahat Internasional dan Residivis Interpol walaupun
statusnya pernah diputihkan namun tetap saja Benny Wenda bagi pemerintah
Selandia Baru adalah krikil yang dapat menghambat hubungan baik dengan
pemerintah Indonesia, oleh sebab itu negara ini melarang pemimpin Papua Barat,
Benny Wenda untuk berbicara di Gedung Parlemen Selandia Baru.
Duta Besar New
Zealand untuk Indonesia dan ASEAN, H.E. David Taylor secara tegas berujar bahwa
Pemerintahnya mendukung sepenuhnya integritas teritorial Indonesia di Papua,
serta sangat setuju dengan pendekatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang mengedepankan aspek ekonomi untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada di
Papua. Pernyataan itu seakan membalikkan ‘kerja keras’ Benny Wenda dan dua
pengacara HAM asal Australia Jennifer Robinson dan Melinda Jankie yang Februari
lalu berkampanye untuk Papua merdeka di Wellington, ibukota Selandia Baru.
Kunjungan Benny Wenda Cs itu dilaporkan mendapat penolakan dari parlemen New
Zealand yang menutup pintu parlemen bagi kegiatan kampanye hitam Benny Wenda.
“Benny Wenda boleh berbicara di beberapa parlemen di dunia, tetapi Parlemen
Selandia Baru menutup pintu baginya”, ujar Russel Norman salah satu pemimpin
Partai Hijau.
Tentang adanya klaim
sejumlah pihak bahwa pergerakan disintegrasi Papua atau Organisasi Papua
Merdeka (OPM) mendapat sokongan dana dari Selandia baru, kontan dibantah
Taylor. Menurutnya, pergerakan kemerdekaan dimanapun pasti ada dukungannya dari
luar negeri. Demikianpun pergerakan Papua merdeka. Namun tidak ada kebijakan
resmi Pemerintah New Zeland mendukung gerakan itu. Kebijakan resmi pemerintah
New Zealand adalah mendukung integritas teritorial Indonesia di Papua,” tuturnya.
Justru Pemerintah New Zealand lanjutnya, sangat memperhatikan pembangunan yang
ada di Papua.
0 komentar:
Posting Komentar