Suarasagunews.- Jayapura.- Warga Papua
menggelar demo di Jayapura, mendukung kebijakan pemerintah pusat terhadap PT
Freeport Indonesia. Aksi demo digelar di dua tempat yakni di Gedung DPR Papua
Jalan Samratulagi dan dikantor Gubernur Papua Jalan Sio Siu Kota Jayapura,
Senin (13/3/2017).
"Kami mendesak PT Freeport Indonesia
untuk segera mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku di NKRI khususnya
UU nomor 4 tahun 2009 dan PP nomor 1 tahun 2017 dengan tujuan Freeport harus
melaksanakan IUPK dan tidak paksakan kontrak karya," kata Amir Mahmud
Madubun, selaku koordinator aksi dalam orasinya.
Amir, yang juga Ketua GP Ansor Papua dan Papua
Barat didampingi Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Provinsi Papua Kundrat Tukayo,
wakil masyarakat adat Ondofolo Putali Oktovianus Monim dan sejumlah organisasi
pemuda lainnya mengatakan kehadiran mereka di halaman DPR Papua untuk mendesak
PT Freeport Indonesia agar segera menjalankan niat baik pemerintah.
"Pada 10 Februari 2017, pemerintah lewat
Kementerian ESDM telah memberikan izin rekomendasi ekspor kepada PT Freeport
Indonesia melalui SK IUPK Nomor 413 K/30/MEM/2017. Niat baik pemerintah
Indonesia jangan disalahgunakan oleh Freeport dengan memaksakan diri untuk
memperpanjang kontrak karya, karena itu merugikan negara khususnya masyarakat
Papua," kata Amir.
Usai melakukan orasi, Oktovianus Monim selaku
wakil masyarakat adat menyerahkan sebuah map berisikan pernyataan sikap para
pendemo kepada Ketua DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) Yunus Wonda yang
didampingi Ketua Komisi I Ruben Magai dan beberapa anggota dewan antara lain,
Nikius Bugiangge, Stef Kaisiepo, Decky Nawipa, Lazarus Siep dan Mathea Mamoyao.
Setelah menerima aspirasi warga tersebut,
Ketua DPR Papua menyatakan bahwa DPR Papua juga mendukung pemerintah pusat.
"Saya mau sampaikan bahwa posisi DPR Papua adalah sama, Kami akan ikuti
apapun yang diputuskan oleh pemerintah pusat terkait dengan Freeport,"
kata Yunus Wonda.
Yunus menegaskan semua pihak harus tunduk dan
taat pada aturan yang dibuat oleh negara ini.
"Kami tidak diintervensi siapapun, tapi
kami ikuti keputusan yang sudah dibuat dalam UU. Kalau hari ini Freeport harus
mengikuti aturan itu, maka posisi kami DPR Papua mengikuti apapun yang
diputuskan pemerintah pusat. Artinya Freeport harus ikuti dan taat pada
pemerintah pusat," kata Yunus.
Usai menyampaikan aspirasi kepada DPRP,
kemudian masa pendemo meninggalkan Gedung DPR Papua menuju kantor Gubernur
Papua di Jalan Soa Siu Dok II.
Di sana massa pendemo berorasi kurang lebih
satu jam, kemudian diterima Sekda Provinsi Papua, TEA Herri Dosinaen. Sekda
menyambut baik para pendemo dan menyampaikan permintaan maaf karena Gubernur
tidak bisa menerima mereka.
Sekda menjelaskan komitmen Gubernur Papua
terhadap PT. Freeport, di mana saat pembahasan pra perpanjangan kontrak
PT.Freeport ada 17 poin permintaan pemerintah provinsi Papua kepada PT.
Freeport yang hingga saat ini juga tidak pernah dilakukan salah satunya masalah
smelter.
"Sejak gubernur dan wakil gubernur Papua
dilantik pada 13 April 2013 lalu, pihaknya sudah meyampaikan 17 poin terkait
Freeport, salah satunya soal pembangunan smelter harus di Papua," kata
Herri.
Berikut 9 tuntutan warga Papua yang
disampaikan pada demo di dua lokasi di Jayapura, Senin (13/3/2017).
1. Mendesak PT. Freeport Indonesia (PTFI)
untuk segera mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku di Negara Kesatuan
Republik Indonesia, khususnya UU No.4 tahun 2009 dan PP no 1 tahun 2017, dengan
tujuan agar PT. Freeport Indonesia harus menjadi IUPK dan tidak memaksakan
keinginannya untuk terus memperpanjang kontrak karya.
2. Bahwa pada tanggal 10 Februari 2017 ,
Kementerian ESDM telah memberikan ijin rekomendasi eksport kepada FT.Freeport
Indonesia melalui Surat Keputusan (SK) IUPK Nomor 413 K/30/MEM/2017. Niat baik
pemerintah Indonesia jangan disalahgunakan PTFI dengan memaksa diri untuk terus
memperpanjang kontrak karya, karena hal itu tentu merugikan Negara dan
masyarakat Papua.
3. Kami mendesak PTFI untuk segera membangun
smelter di kabupaten Mimika dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan
memperluas lapangan kerja bagi masyarakat asli Papua.
4. Kami menuntut PTFI untuk melaksanakan hasil
putusan pengadilan Pajak Jakarta, yang meminta PTFI membayar pajak air
permukaan sebesar Rp 3,5 Triliun kepada pemerintah provinsi Papua.
5. Bahwa PTFI selama 50 tahun telah mengeruk
kekayaan Bumi Papua, namun masyarakat Papua yakni 7 suku masih hidup dalam
kemiskinan dan keterbelakangan, oleh karena itu mendesak PTFI harus memberikan
perhatian yang lebih kepada 7 suku yang ada di Kabupaten Mimika sebagai pemilik
hak ulayat.
6. Bahwa PTFI telah membanjiri kabupaten Mimika
dengan limbah tailing menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang sangat
parah, oleh karena itu warga mendesak PTFI untuk mematuhi dan melaksanakan
seluruh ketentuan Peraturan Perundang-Undangan khususnya menyangkut kelestarian
Lingkungan.
7. Kami mendesak PTFI untuk tidak
sewenang-wenang mengabaikan serta merumahkan para karyawan yang merupakan warga
Negara Indonesia dan lebih khusus masyarakat Papua.
8. Kami dengan tegas menyatakan mendukung
pemerintah Indoensia melalui PP No. 1 tahun 2017, PTFI dengan status IUPK dan
PTFI harus melakukan Divestasi Saham sebesar 51 persen.
9. Kami menuntut PTFI segera memenuhi segala
kewajiban operasional perusahaan sesuai dengan peraturan yang berlaku di
wilayah NKRI. (hns/hns)
0 komentar:
Posting Komentar